Senin, 23 September 2013

Sri Astuti Blog: Cerita Rakyat Asal Kalimantan Timur --Diceritakan ...

Sri Astuti Blog: Cerita Rakyat Asal Kalimantan Timur --Diceritakan ...: Asal Usul Terjadinya Danau Lipan             Danau Lipan adalah nama sebuah danau di Muara Kaman. Muara Kaman merupakan kecamatan yan...

Cerita Rakyat Asal Kalimantan Timur --Diceritakan kembali oleh : Sri Astuti, S. Pd



Asal Usul Terjadinya Danau Lipan
            Danau Lipan adalah nama sebuah danau di Muara Kaman. Muara Kaman merupakan kecamatan yang terletak di Hulu Kota Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur.
            Bandar Muara Kaman, begitulah dahulu sebutan salah satu kecamatan dari Kabupaten Kutai Kartanegara ini. Dimana pada masa kejayaan Maharaja Nala Indra Dewa, Bandar Muara Kaman ini merupakan tempat bertemunya para pedagang dari seluruh nusantara termasuk para pedagang dari Cina.
            Para pedagang dari nusantara yang datang ke Bandar Muara Kaman ini membawa setiap hasil bumi dan hutan, yang kemudian oleh pedagang-pedagang dari Cina pada saat itu dibeli dan dibayar dengan kain sutera halus, barang-barang keramik dari porselen, tajau berukiran naga, dan lain sebagainya.
            Aji Bidara Putih adalah seorang Puteri dari Maharaja Nala Indra Dewa yang cantik jelita. Diberi nama Puteri Aji Bidara Putih karena selain cantik, Sang Puteri juga memiliki kulit yang putih bersih. Dan karena putih bersihnya kulit Sang Puteri, seakan-akan jika Sang Puteri memakan sirih dan air sepahnya tertelan, maka nampaklah air sepah sirih yang berwarna merah tersebut.
            Kecantikan Puteri Aji Bidara Putih tersebar keseluruh negeri, tak terkecuali ke Negeri Cina. Pedagang-pedagang dari Cina inilah yang membawa kabar kepada Raja mereka di Negeri Cina, selain memberi kabar tentang kekayaan alam yang tersimpan dalam kawasan Martadipura, para pedagang ini juga memberitahukan perihal keberadaan Puteri Aji Bidara Putih yang merupakan Puteri dari Maharaja Nahla Indra Dewa yang kecantikannya tidak ada bandingannya dengan Puteri-Puteri yang ada di Daratan Cina.
Mendengar kabar mengenai kecantikan Puteri Aji Bidara Putih ini, maka muncullah keinginan salah satu Pangeran Cina ini untuk datang ke Muara Kaman dengan maksud melihat sendiri kebenaran kabar tentang kecantikan Sang Puteri. Maka berlayarlah Sang Pangeran Cina ini  ke Muara Kaman dengan membawa perbekalan dan barang-barang perhiasan dari emas yang nantinya akan digunakan untuk meminang Sang Puteri jika memang kabar yang didengar tentang kecantikkan Sang Puteri adalah benar.
            Sekian lama berlayar mengarungi lautan, maka sampailah iringan kapal Pangeran Cina itu. Dan kedatangan Pangeran Cina itu pun disambut baik oleh Maharaja Nala Indra Dewa dan seluruh warga Muara Kaman.
            Tibalah pada waktu yang ditentukan, setelah mengetahui sendiri tentang  keberadaan seorang puteri cantik bernama Aji Bidara Putih, maka bertemulah Sang Pangeran dari Negeri Cina ini dengan Maharaja Nala Indra Dewa dan mengutarakan maksud kedatangannya yang jauh-jauh dari Negeri Cina ke Muara Kaman, yaitu ingin mempersunting Sang Puteri.
            Pangeran Cina ini adalah seorang yang gagah, kulitnya kuning langsat dan bermata sipit, yang ketika melihat Pangeran Cina inipun Sang Puteri berdebar-debar hatinya dan berharap ayahnya yaitu Maharaja Nala Indra Dewa menerima pinangan sang Pangeran.
            Setelah dilakukan perundingan, maka lamaran Sang Pangeran pun diterima baik oleh ayah Sang Puteri . Kegembiraan hati Pangeran Cina ini turut dirasakan pula oleh seluruh keluarga dan para pengawal kerajaan yang ikut berlayar ke Muara Kaman. Suara meriam ditembakkan sebagai pertanda ungkapan kegembiraan hati Sang Pangeran, seakan tak sabar menunggu pesta perkawinan dilangsungkan.
            Perbekalan perhiasan dari emas dihadiahkan oleh Pangeran Cina  kepada Sang Puteri sebagai tanda ikatan pertunangan. Dan setelah acara penyerahan hadiah atau lebih dikenal dengan sebutan “sorong tanda’ itu dilaksanakan, selanjutnya diadakan acara jamuan makan.
            Dalam jamuan makan, menurut adat dan kebiasaan yang dilakukan dilingkungan kerajaan Maharaja Nahla Indra Jaya  adalah dengan menyuapkan makanan menggunakan tangan, namun hal itu tidaklah seperti yang dilakukan oleh Sang Pangeran dari Cina ini dan rombongannya yang makan dengan cara membawa mangkok berisi makanan langsung pada mulut. Atau dalam istilah bahasa Kutai lebih dikenal dengan sebutan “menyosop”.
            Melihat cara makan Sang Pangeran Cina beserta rombongan, Sang Puteri dan Maharaja Nahla Indra Jaya terkejut. Cara dan kebiasaan makan yang sangat menjijikkan laksana makannya seekor babi atau anjing. Dan Sang Puteri pun segera bergegas meninggalkan tempat jamuan makan.
            Bergegasnya Sang Puteri meninggalkan tempat jamuan makan menjadi pertanda bahwa Sang Puteri membatalkan pertunangan mereka, karena Sang Puteri sangat tidak suka bahkan jijik terhadap kebiasaan dan cara makan Sang Pangeran dari Negeri Cina ini. Keadaan ini tentulah membuat Sang Pangeran Cina menjadi tersinggung dan merasa terhina.
            Tak lama kemudian, Pangeran Cina memerintahkan para rombongannya untuk segera meninggalkan tempat jamuan makan tersebut dan kembali ke kapal mereka yang berlabuh di perairan Muara Kaman.
            Menyadari amarah dari Pangeran Cina, Maharaja Nahla Indra Jaya pun segera memerintahkan kepada para prajurit untuk bersiap siaga terhadap serangan dari Pangeran Cina beserta rombongan. Dan tak lama kemudian, terdengarlah suara letusan senapan dan meriam yang ditujukan ke daratan Muara Kaman. Dan suara itu berasal dari kapal-kapal Pangeran Cina dan rombongannya yang dilengkapi dengan perlengkapan perang seperti meriam dan senapan.
            Pasukan Martadipura pun membalas tembakan. Dan terjadilah saling tembak menembak dengan hebatnya. Namun, karena pasukan Pangeran dari Cina ini lebih kuat dari pasukan Martadipura, maka pasukan Martadipura pun mundur ke arah danau di belakang Muara Kaman.
            Khawatir akan kalah oleh pasukan Sang Pangeran dari Cina, maka paniklah Sang Puteri.  Karena Puteri Aji Bidara Putih menyaksikan pertempuran yang kekuatannya tidak seimbang tersebut. Oleh karena itu, segeralah Sang Puteri memakan sirih seraya berucap “kalau benar aku ini adalah titisan raja sakti, maka jadilah sepah-sepahku ini lipan-lipan yang memusnahkan Pangeran Cina beserta bala tentaranya”.
            Setelah Puteri Aji Bidara Putih berkata demikian, disemburkannyalah sepah dari mulutnya. Dengan seketika sepah sirih Sang Puteri pun berubah menjadi ribuan ekor lipan yang siap menyerang pasukan Sang Pangeran Cina dan bala tentaranya.   
            Seiring dengan terusnya pasukan Pangeran dari Cina itu menyerang Kerajaan Martadipura, tiba-tiba Sang Pangeran dan bala tentaranya tersebut dikejutkan dengan kemunculan ribuan ekor lipan yang menaikki kapal-kapal mereka.
 Lipan-Lipan tersebut menggigit dan menyuntikkan bisanya ke setiap pasukan bala tentara dari Cina. Satu persatu pasukan dari Cina ini tewas, dan kapal-kapal merekapun tenggelam, bahkan Sang pangeran pun tak luput dari serangan ribuan ekor lipan tersebut dan kemudian pun tewas.
Sejak peristiwa itu hingga sekarang, danau tersebut lebih dikenal dengan sebutan Danau Lipan.

== TAMAT ==
           
                       

Jika nanti aku tiada

Jika suatu saat nanti aku telah tiada, Entah kapanpun itu ! Ku harap hidupku sudah dalam keadaan lebih baik. Aku tak mau meningg...